Kuasa hukum serikat pekerja PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB), Haris Azhar, melontarkan kritik tajam terhadap aktivitas pertambangan PT Gorby Putra Utama (GPU) di Desa Sako Suban, Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. PT GPU dinilai mengabaikan putusan hukum, dengan tetap melanjutkan operasi penambangan meskipun tidak memiliki hak atas tanah yang sah.
Menurut Haris Azhar, perusahaan pertambangan tersebut perlu menghentikan aktivitasnya karena tidak memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) untuk lahan yang mereka tambang. Ia mengacu pada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 554 K/TUN/2024, yang dikeluarkan pada 2 Desember 2024, sebagai dasar hukum kuat yang merugikan PT GPU.
"PT GPU mengklaim kegiatannya didasari IUP (Izin Usaha Pertambangan), tapi mereka tidak memiliki SHGU (Hak Guna Usaha)," ujar Haris dalam pernyataannya kepada media pada Selasa, 21 Januari 2025. "Mereka gagal memahami konteks hukum pertanahan dan pertambangan," katanya, menyoroti kebingungan PT GPU dalam membaca peraturan dasar yang mengatur kepemilikan dan penguasaan lahan.
Putusan kasasi dari MA adalah titik terang dalam sengketa panjang antara PT SKB dan PT GPU terkait lahan tambang tersebut. Perselisihan semakin rumit dengan adanya tumpang tindih batas wilayah antara Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Musi Rawas Utara (Muratara), lokasi di mana PT GPU melakukan aktivitas pertambangan.
Fokus pada Kepatuhan Hukum
Haris Azhar menegaskan bahwa PT GPU seharusnya berdialog dan mencapai kesepakatan dengan PT SKB, pemilik sah SHGU, sebelum melakukan kegiatan penambangan. "Dan sekali lagi, IUP PT GPU bukan hak atas tanah. Itu hanya izin untuk menambang, bukan untuk menguasai lahan," tegas Haris, menyinggung pentingnya membedakan antara izin penambangan dan hak penguasaan lahan.
Regulasi terkait, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2023 tentang Wilayah Pertambangan, juga diangkat oleh Haris. Peraturan ini menyatakan bahwa proses pembukaan wilayah pertambangan harus disertai dengan pemberitahuan dan negosiasi dengan pemegang hak atas tanah yang sah. Tindakan GPU yang terus melanjutkan operasi pertambangan tanpa mengikuti peraturan ini dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang.
Haris Azhar juga menekankan bahwa keputusan MA memberikan kepastian hukum yang seharusnya ditaati oleh semua pihak yang terlibat. "Seharusnya keputusan pengadilan menjadi landasan yang harus dihormati setiap entitas bisnis dan pemerintah, agar tidak terjebak pada praktik-praktik ketidakadilan," jelasnya.
Seruan untuk Menghentikan Operasi
Sebagai kuasa hukum Halim Ali, pemilik PT SKB, Haris mendesak PT GPU untuk segera menghentikan operasinya, mengacu pada keputusan MA dan kerangka hukum yang telah ada. Ia juga mencela PT GPU yang menurutnya memperlihatkan perilaku menekan dengan melibatkan aparat keamanan dalam melaksanakan kegiatan pertambangannya. Pernyataan keras ini menjadi refleksi dari frustrasi yang dihasilkan akibat perselisihan yang berkepanjangan antara kedua belah pihak.
"Jangan asal menambang, apalagi sampai melibatkan aparat untuk menekan pihak lain," tutur Haris, yang juga dikenal sebagai mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Ia berharap agar penyelesaian sengketa ini dapat memberikan pelajaran penting tentang pentingnya kepatuhan terhadap prinsip hukum dan hak asasi manusia.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Kasus ini tidak hanya berdampak pada aspek hukum, tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Aktivitas tambang yang tidak sesuai dengan hukum bisa mempengaruhi hak-hak masyarakat sekitar serta memperburuk kondisi lingkungan. Tanpa adanya kepastian hukum dan pemahaman tentang hak atas lahan, kegiatan ekonomi di wilayah tersebut dapat terganggu, dan pada saat yang sama, kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum bisa tergerus.
Kesepakatan dan Solusi
Dalam menyelesaikan sengketa ini, Haris Azhar menekankan pentingnya dialog yang terbuka dan transparan antara PT SKB dan PT GPU. Dia berharap kedua perusahaan dapat menemukan jalan tengah dan menghindari konflik yang lebih besar di kemudian hari. "Penting untuk segera duduk bersama dan mencari penyelesaian yang terbaik bagi semua pihak, termasuk masyarakat yang terdampak," katanya.
Melalui kasus ini, diharapkan ada pelajaran berharga yang bisa dipetik semua pihak terkait perlunya kepatuhan terhadap keputusan hukum dan penghargaan terhadap hak-hak yang sah. Sengketa pertambangan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi industri pertambangan di Indonesia, khususnya dalam menyeimbangkan antara profitabilitas bisnis dan tanggung jawab sosial serta hukum.
Dengan menyoroti masalah ini, Haris Azhar berharap bahwa pemerintah dan perusahaan pertambangan lainnya dapat lebih memperhatikan aspek legal dan etis dalam operasinya di masa depan, menghindari sengketa hukum yang berkepanjangan dan merugikan semua pihak.