Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (BTN) menyoroti tindakan sejumlah developer yang tidak bertanggung jawab, yang ternyata merugikan konsumen Kredit Perumahan Rakyat (KPR) hingga mencapai angka fantastis Rp1 triliun. Kasus ini melibatkan sekitar 38 ribu rumah yang sertifikatnya belum diselesaikan, tersebar di sekitar 4.000 proyek pembangunan perumahan.
Hal ini diungkapkan Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, dalam pernyataannya di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, pada Selasa, 21 Januari 2025.
Menurut Nixon, dari total 120 ribu rumah yang sertifikatnya mengalami masalah, setidaknya 80 ribu rumah telah berhasil ditangani. "Dari yang 38 ribu ini, memang kita pernah hitung nilainya kurang lebih hampir Rp1 triliun," ujar Nixon, menggarisbawahi besarnya kerugian yang dialami konsumen akibat praktik developer nakal. Masalah-masalah yang timbul dari ulah para developer ini berkisar dari tidak menyelesaikan pekerjaan hingga masalah sengketa hukum, Rabu, 22 Januari 2025.
Kasus-kasus yang ditangani BTN terkait insiden seperti tidak memberikan sertifikat rumah, developer kabur, hingga persoalan dengan notaris yang tidak profesional, memberi gambaran tantangan besar yang dihadapi oleh bank tersebut. "Kasus dari developer itu berbeda-beda, mulai dari tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak memberikan sertifikat rumah, developer kabur, sengketa hukum, sertifikat ganda, hingga notaris yang bermasalah," jelas Nixon.
BTN telah bertindak dengan serius untuk menghadapi permasalahan ini. Nixon menyebut bahwa BTN telah membentuk satuan tugas atau task force internal yang bekerja secara aktif dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Langkah ini diambil untuk mempercepat penyelesaian masalah sertifikat rumah yang tertunda. "Kami membentuk task force di internal BTN, bekerja sama dengan BTN untuk menyelesaikan program ini," katanya.
Selain itu, BTN memberikan penilaian atau rating kepada para developer berdasarkan performa mereka. Para developer ini dikategorikan menjadi platinum, gold, silver, hingga non-rating, untuk memudahkan pengidentifikasian mana yang berkomitmen dan mana yang berpotensi bermasalah. "Kita temukan, memang pada umumnya yang rating-rating jelek itu yang punya pekerjaan sisa (tidak menyelesaikan kewajiban)," tambah Nixon.
Langkah-langkah konkret ini dilakukan sebagai respons atas permintaan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, yang telah mendesak bank Himbara, termasuk BTN, untuk memasukkan developer dan notaris bermasalah ke dalam daftar hitam (blacklist). Erick menekankan pentingnya memastikan perlindungan terhadap konsumen KPR agar tidak menghadapi kerugian yang tidak perlu.
"Developer yang tidak bertanggung jawab, notaris yang tidak bertanggung jawab, saya sudah minta di-blacklist BTN, dan saya akan rapatkan dengan seluruh Himbara, untuk kita sharing data, memastikan tadi perlindungan kepada rakyat ini," ungkap Erick, menegaskan bahwa langkah tegas harus diambil untuk menindak para pelaku nakal ini.
Langkah proaktif yang dilakukan BTN ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang untuk menjaga trust konsumen dan mendorong keberlangsungan program KPR di Indonesia. Di tengah situasi ekonomi yang menantang, memastikan bahwa konsumen dapat terus merasa aman dan terlindungi adalah prioritas yang tidak bisa diabaikan.
Dengan adanya kesadaran dan tindakan nyata dari para pemangku kepentingan, termasuk bank dan pemerintah, harapan untuk menertibkan sektor properti dan menjaga hak-hak konsumen dapat diwujudkan. BTN, sebagai salah satu pemain utama dalam pembiayaan perumahan, menunjukkan komitmen yang kuat untuk mengatasi permasalahan ini demi kepentingan masyarakat luas.